Kamis, 29 Desember 2011

ASPEK PERPAJAKAN BAGI KOPERASI DAN UKM

Pengertian

Koperasi

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya.

2. Usaha Mikro

Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,-.

3. Usaha Kecil

Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memilik penjualan lebih dari Rp. 300.000.000,- sampai dengan 2.500.000.000,-

4. Usaha Menengah

Usaha Ekonomi Produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil dan besarm memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,- sampai dengan Rp. 50.000.000.000,-



Dasar Hukum

Peraturan-peraturan yang menjadi dasar hukum perpajakan untuk koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah adalah sebagai berikut :

UU No. 6 Th 1983 stdtd UU No. 16 Th 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
UU No. 7 Th 1983 stdtd UU No. 36 Th 2008 tentang Pajak Penghaslan
UU No. 8 Th 1983 stdtd UU No. 42 Th 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian
UU No. 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah;
Peraturan pelaksanaan perpajakan yang meliputi Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak



Kewajiban Perpajakan Bagi Koperasi Dan UKM

Berdasarkan definisi diatas, koperasi dapat dikelompokkan sebagai Wajib Pajak Badan sedangkan UKM dapat berbentuk badan usaha dan perorangan. Untuk mempermudah memahami kewajiban perpajakan bagi Koperasi dan UKM, pembahasan akan kami bagi dalam dua bagian yaitu bagian pertama, Kewajiban perpajakan bagi Koperasi dan UKM yang berbentuk badan usaha dan bagian kedua Kewajiban perpajakan bagi UKM yang berbentuk perseorangan.

Kewajiban Perpajakan Bagi Koperasi dan UKM yang Berbentuk Badan Usaha

Secara umum kewajiban perpajakan bagi Koperasi dan UKM sebagai badan adalah sebagai berikut :

Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan atau PKP;
Melakukan Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan;
Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan baik dari Pemotonga / Pemungutan yang dilakukan maupun atas PPh badan (koperasi) maupun Pajak Lainnya;
Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, menyetor dan melaporkannya jika ditunjuk sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP);

Adapun untuk penjelasan secara rinci adalah sebagai berikut :

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan atau PKP

Koperasi dan UKM sejak memperoleh status badan hukum, sudah memenuhi syarat subketif dan obyektif sebagai wajib pajak oleh karena itu sejak adanya pengesahan badan hukum baik koperasi dan UKM yang bersangkutan harus segera mendaftrakan diri pada kantor pelayanan pajak setempat (KPP) untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Syarat-syarat pendaftaran untuk mendapatkan NPWP adalah :

Akte Pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukan kantor pusat bagi Bentuk Usaha Tetap;
NPWP Pimpinan/Penanggung Jawab Badan;
KTP bagi penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang asing sebagai penanggung jawab.

Koperasi yang sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil ( Rp. 600 Juta), wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya. Dengan pengukuhan sebagai PKP maka koperasi terikat pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai, antara lain memungut PPN dari setiap Barang Kena Pajak dan atau Jasa kena Pajak yang diserahkan oleh Koperasi serta menyetor dan melaporkannya setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Koperasi terdaftar.


b. Melakukan pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan

Koperasi dan UKM yang berbentuk badan usaha wajib melakukan pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana telah ditetapkan dalam UU PPh . Kewajiban pemotongan /pemungutan PPh oleh Koperasi dan UKM meliputi jenis pajak sebagai berikut :
1). PPh Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 wajib dilakukan Koperasi dan UKM yang berbadan hukum, setiap dilakukannya pembayaran penghasilan kepada karyawan atau orang pribadi lainnya dan menyetorkan PPh hasil pemotongan tersebut ke Bank persepsi atau kantor Pos serta melaporkannya ke kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) tempat Koperasi atau UKM terdaftar.
2). PPh Pasal 4 ayat (2)

PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak atas penghasilan yang berasal dari sumber-sumber tertentu dan pengenaan bersifat final (penghitungan PPh-nya selesai setelah dibayarkan), misalnya :

penghasilan dari bunga simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi,
penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan,
penghasilan dari jasa konstruksi dan
penghasilan dari hadiah undian.

Jika koperasi atau UKM yang berbadan hukum melakukan pembayaran atas jenis-jenis penghasilan ini, maka wajib dilakukan pemotongan PPh-nya dan menyetorkan PPh nya ke Bank persepsi atau kantor Pos serta melaporkannya ke kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) tempat Koperasi atau UKM terdaftar.
Demikian juga, apabila Koperasi dan UKM menerima penghasilan dari pengalihan tanah dan atau bangunan atau menerima penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang penyewanya tidak ditunjuk sebagai pemotong (misalnya penyewanya orang pribadi), maka Koperasi dan UKM tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut.
Penghasilan yang diterima Koperasi dan UKM yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut diatas, termasuk penghasilan dari bunga tabungan/deposito/diskonto SBI, penghasilan atas bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek, penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek yang PPh-nya dipotong oleh pihak pemberi penghasilan, wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh dari Koperasi dan UKM tersebut.
3). PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pajak atas penghasilan yang tertentu yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk dipungut Pajak Penghasilannya.
Koperasi atau UKM yang bergerak di bidang industri tertentu dapat ditunjuk untuk memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil pertanian, perkebunan dan perhutanan, perikanan dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% dari harga pembelian (tidak termasuk PPN).
Koperasi dan UKM juga dapat ditunjuk sebagai pemungut oleh KPP apabila bergerak sebagai industri tertentu ataupun sebagai penjual produk tertentu misalnya bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
4). PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak atas penghasilan dari modal dan dari jasa tertentu. Apabila koperasi dan UKM melakukan pembayaran kepada pihak lain yang jenis penghasilan masuk katagori Objek PPh Pasal 23, maka wajib dilakukan pemotongan, menyetorkan hasil pemotongan ke Bank Persepsi dan kantor Pos serta melaporakannya ke KPP atau KP2KP tempat Koperasi dan UKM terdaftar. Adapun objek dan tarif PPh Pasal 23 secara garis besar adalah sebagai berikut :

Dividen, bunga, royalti, hadiah : tarif 15%
Sewa dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pengggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) : tarif 2%
Imbalan jasa selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang PPh : tarif 2%

Untuk Yang tidak ber_NPWP dipotong 100% lebih tinggi atau menjadi 4%.
5). PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajal luar negeri selain Bentuk Usaha tetap. Apabila Koperasi atau UKM yang berbentuk badan usaha membayar penghasilan kepada Wajib Pajak luar negeri, maka wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif 20% atau tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

c. Menghitung PPh Badan Yang Terutang, Menyetorkan Pajak Masih Terutang Dan Melaporkan Pajak Penghasilan Baik Dari Pemotongan/Pemungutan Maupun Yang Dibayar sendiri.
Koperasi atau UKM yang berbadan usaha wajib membuat laporan keuangan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Dalam menghitung PPh yang terutang, yang perlu diperhatikan Koperasi dan UKM ada 2 (dua ) bagian utama yaitu :

Penghasilan yang merupakan objek PPh dan yang bukan objek PPh yang diterima/ diperoleh Koperasi atau UKM;
Biaya-biaya yang diperkenankan dan yang tidak diperkenankan untuk mengurangi penghasilan bruto.

Cara penghitung PPh badan adalah :

Menghitung Penghasilan Kena Pajak Setahun

Peredaran usaha Rp. AAAA
Biaya-biaya Operasional Rp. BBBB
Penghasilan Netto Rp. CCCC

Koreksi Fiskal (positif/negatif) Rp. DDDD

Penghasilan Kena Pajak Rp. XXXX

• Menghitung Pajak Terhutang berdasarkan tarif umum Pasal 17 UU PPh
PPh terutang = Penghasilan Kena Pajak (Rp XXXX) dikalikan dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b yaitu 25%.


Contoh 1 :

Penghasilan Kena Pajak Rp. 200.000.000 maka perhitungan pajak terhutangnya : Rp. 200.000.000 x 25% = Rp. 50.000.000

Berdasarkan Pasal 31 E UU PPh, Koperasi atau UKM ini sebagai Wajib Pajak badan yang peredaran brutonya sampai Rp. 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) maka mendapat fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif umum untuk Wajib Pajak badan atau menjadi 12,5% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Contoh 2 :

Koperasi X tahun 2009 peredaran brutonya Rp. 2.500.000.000 (lima miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 200.000.000. Perhitungan pajak terhutangnya adalah : Rp. 200.000.000 x (28% x 50%) = Rp. 28.000.000

Contoh 3 :

UKM (PT.X) tahun 2009 peredaran brutonya Rp30.000.000.000 (tiga puluh miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000. (tiga miliar rupiah). Perhitungan pajak terhutangnya adalah :

Jumlah Penghasilan kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas :
(Rp. 4.800.000.000 : Rp. 30.000.000.000) x Rp. 3.000.000.000 = Rp. 480.000.000
Jumlah Penghasilan kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas :

Rp. 3.000.000.000 - Rp. 480.000.000 = Rp. 2.520.000.000

PPh yang terutang :

- (50% x 25%) x Rp. 480.000.000 = Rp. 60.000.000

- 25% x Rp. 2.520.000.000 = Rp. 630.000.000 +

Jumlah PPh yang terutang = Rp. 690.000.000



d. Melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Jika Koperasi melakukan penyerahan Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak dengan peredaran brutonya (omzet) setahun melebihi Rp600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), maka koperasi memiliki kewajiban melakukan pemungutan PPN sebesar 10%, serta menyetorkan dan melaporkan PPN yang terhutang setiap bulan. Pada prinsipnya seluruh Barang dan Jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak kecuali atas barang-barang dan jasa-jasa yang dikecualikan sebagai berikut :
Kelompok Barang yang Tidak dikenakan PPN

barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, yaitu : minyak mentah (crude oil), gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batubara sebelum diproses menjadi briket batubara dan bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak serta bijih bauksit
barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu : beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, tidak termasuk, makanan dan minuman yang diserahkan oleh jasa boga atau catering
uang, emas batangan, dan surat-surat berharga

Kelompok Jasa yang tidak dikenakan PPN

Pelayanan kesehatan medik, meliputi :
Jasa dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan;
Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan fisioterapi;
Jasa kebidanan dan dukun bayi;
Jasa paramedis dan perawat dan jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanotarium
Pelayanan sosial, meliputi :
Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;
Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial;
Jasa pemakaman termasuk krematorium;
Dan jasa dibidang olahraga kecuali yang bersifat komersial pengiriman surat dengan perangko
Perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang;
Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi; dan
Jasa sewa guna usaha (sgu) dengan hak opsi
Keagamaan, meliputi :
Jasa pelayanan di rumah ibadah;
Jasa pemberian khotbah atau dakwah



Mekanisme perhitungan PPN adalah sebagai berikut :

Pajak Keluaran Rp. XXXX
(10% kali nilai DPP atas penjualan)
Pajak Masukan Rp. YYYY (-/-)
(10% kali nilai DPP atas penjulan)
PPN yang kurang (lebih) bayar Rp. YYYY
Perhitungan tersebut dilaporkan dalam SPT Masa PPN setiap bulan dengan menggunakan formulir 1111, formulir 1111DM (bagi PKP omset tertentu atau kegiatan usaha tertentu) atau menggunakan E-SPT DJP yaitu program SPT Masa PPN yang dibagikan secara gratis oleh DJP.


Kewajiban Perpajakan Bagi UKM yang Berbentuk Perseorangan

UKM ada yang berbentuk perseorangan atau orang pribadi. Apabila orang pribadi tersebut telah memenuhi persyarat subjektif yaitu subjek pajak orang pribadi dan persyarat objektif yaitu menerima atau memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), maka disebut sebagai Wajib Pajak. Sebagai wajib pajak tentunya memiliki kewajiban perpajakannya sebagaimana diatur dalam UU Perpajakan.

Secara umum kewajiban perpajakan bagi UKM perorangan adalah :

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan atau PKP;

b. Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan Pajak lainnya;

c. Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, menyetor dan melaporkannya (jika ditunjuk sebagai Pengusaha Kena Pajak);


Adapun untuk penjelasan secara rinci adalah sebagai berikut :

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan atau PKP

UKM yang berbentuk perseorangan setelah memenuhi persyaratan subjektif dan persyaratan objektif wajib mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Syarat-syarat pendaftaran untuk mendapatkan NPWP bagi UKM berbentuk perseorangan hanya KTP (Kartu Tanda Penduduk).
UKM perseorangan yang sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil (600 Juta), wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya. Dengan pengukuhan sebagai PKP maka UKM perseorangan terikat pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai, antara lain memungut PPN dari setiap Barang Kena Pajak dan atau Jasa kena Pajak yang diserahkan oleh UKM perseorangan serta menyetor dan melaporkannya setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat UKM perseorangan tersebut terdaftar.


b. Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan Pajak lainnya

UKM perseorangan yang menyelenggarakan pembukuan, wajib membuat laporan keuangan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Sedangkan UKM perseorangan yang tidak menyelenggarakan pembukuan tetapi hanya penyelenggarakan pencatatan, maka dalam menghitung PPh yang terutang cukup berdasarkan peredaran bruto (omzet) yang dicatat tersebut. UKM perseorangan yang menyelenggarakan pembukuan, dalam menghitung besarnya PPh terutang sama prinsipnya dengan Koperasi atau UKM yang berbadan usaha yaitu memperhatikan penghasilan, dan biaya-biaya lainnya. UKM perseorangan yang menyelenggarakan pencatatan, cara penghitungan besarnya PPh :
Penghasilan netto (Penghasilan bruto setahun x norma*) Rp AAA

Pengurangnya:

PTKP (sesuai keadaan orang pribadi tersebut) (Rp BBB)

Penghasilan Kena Pajak Rp CCC


Contoh :

Penghasilan Kena Pajak Rp. 200.000.000,00, maka perhitungan pajak terhutangnya : Rp. 200.000.000 x 25% = Rp. 50.000.000
UKM perseorang wajib menyetor PPh Pasal 25 (angsuran PPh) setiap bulannya dan melaporkannya ke KPP atau KP2KP tempat UKM perseorangan tersebut terdaftar. Dasar angsuran PPh Pasal 25 adalah 1/12 dari PPh yang terhutang tahun sebelumnya, misalnya PPh terutang UKM perseorangan tahun 2010 sebesar Rp. 2.400.000, maka angsuran PPh Pasal 25 nya adalah 1/12 x Rp. 2.400.000 = Rp. 200.000,-
Selain wajib mengangsur PPh (PPh Pasal 25), UKM perseorangan juga wajib menyetor PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila UKM menerima penghasilan tersebut. Demikian juga dengan penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang diterima UKM perseorangan (penyewa bukan pemotong), wajib disetor sendiri.


c. Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, menyetor dan melaporkannya (jika ditunjuk sebagai Pengusaha Kena Pajak)
Jika UKM perseorangan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak dengan peredaran brutonya (omzet) setahun melebihi Rp600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), maka koperasi memiliki kewajiban melakukan pemungutan PPN sebesar 10%, serta menyetorkan dan melaporkan PPN yang terhutang setiap bulan. Ketentuan pemungutan PPN untuk UKM perseorangan sama dengan pemungutan PPN untuk Koperasi dan UKM yang berbentuk badan usaha.


PERLAKUAN KHUSUS DAN INSENTIF PERPAJAKAN BAGI KOPERASI DAN UKM

1. Perlakuan Khusus Perpajakan Untuk Koperasi dan UKM

UU Perpajakan khususnya UU PPh yang terakhir dirubah (UU No.36 tahun 2008 tentang perubahan Keempat UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan) banyak memberikan perlakukan khusus untuk Wajib Pajak Koperasi dan UKM. Perlakukan khusus tersebut adalah :

Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi yang besarnya tidak melebihi dari Rp. 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan tidak dikenakan tarif PPh atau 0% (nol persen) dan bersifat final;
Sedangkan penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi yang besarnya melebihi dari Rp. 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan dikenakan tarif PPh sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final;
Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibagikan koperasi kepada para anggotanya tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23.
Bagi Koperasi dan UKM yang berbentuk badan usaha, tarif PPh badan menjadi tarif tunggal yaitu 25% dan apabila memenuhi syarat (peredaran bruto setahun tidak melebih Rp50.000.000.000) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari 25% atau menjadi 12.5% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,-;



Insentif Pajak Bagi Koperasi dan UKM

Dalam UU Perpajakan terdapat beberapa ketentuan yang dapat dimanfaatkan Koperasi dan UKM untuk mengembangkan kegiatan usahanya.
a. Insentif PPh

Harta hibahan yang diterima oleh koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil (Pasal 4 ayat (3) huruf a.2 UU PPh jo. Peraturan Menteri keuangan Nomor : 245/PMK.03/2008) bukan merupakan objek Pajak Penghasilan. Dengan demikian, apabila Koperasi dan UKM yang memenuhi syarat menerima harta hibahan tidak dikenakan PPh;
Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh koperasi dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat, deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan (Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh) bukan merupakan objek PPh. Dengan demikian, apabila Koperasi dan UKM yang berbentuk badan usaha menanamkan modal pada badan usaha lainnya di Indonesia dan menerima dividen dari badan usaha tersebut, maka atas dividen yang diterima tidak dikenakan PPh

b. Insentif PPN

Koperasi dan UKM melakukan kegiatan usaha Import dan penyerahan di dalam negeri berupa Barang hasil makanan ternak,unggas dan ikan dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan, bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan, serta barang hasil peternakan, PPN nya dibebaskan. Dengan demikian, apabila Koperasi dan UKM membeli jenis barang tersebut, tidak akan dikenakan PPN (Peraturan Pemerintah Nomor : 12 Tahun 2001 jo. Peraturan Pemerintah Nomor : 31 Tahun 2007).
Koperasi dan UKM yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan menyerahkan minyak goreng sawit curah dan minyak goreng kemasan sederhana dengan Merek MINYAKKITA, PPNnya ditanggung oleh Pemerintah;
Koperasi dan UKM melakukan kegiatan usaha (melakukan penyerahan barang dagangan atau jasa) di Batam, Bintan dan Karimun di bebaskan dari pengenaan PPN termasuk apabila melakukan import barang dari luar daerah tersebut, juga dibebaskan dari PPN, PPh Pasal 22 import dan cukai (Peraturan pemerintah Nomor 2 tahun 2009);



c. Stimulus Bagi Koperasi dan UKM

Pemerintah memberikan stimulus kepada dunia usaha dan pekerja dalam meringkan beban pajak berupa PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah (DTP) hanya diberikan kepada pekerja (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2009) dengan syarat:

Jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 5 juta dalam satu bulan;
Bekerja pada pemberi kerja yang berusaha kategori usaha tertentu, yaitu:
• Pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan dan kehutanan;
• Perikanan; dan
• Industri pengolahan.


PENUTUP

Koperasi dan UKM sejak memperoleh status badan hukum, sudah memenuhi syarat subketif dan obyektif sebagai wajib pajak oleh karena itu sejak adanya pengesahan badan hukum baik koperasi dan UKM yang bersangkutan harus segera mendaftrakan diri pada kantor pelayanan pajak setempat (KPP) untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Demikian juga Koperasi dan UKM yang bergerak dibidang penjualan dan jasa apabila telah memenuhi persyaratan sesuai dengan Undang-Undang PPN, sebaiknya juga segera mendaftarkan diri di KPP setempat untuk memperoleh Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP). NPWP merupakan identitas sebagai wajib pajak.
Setelah memiliki NPWP dan NPPKP Koperasi dan UKM mempunyai kewajiban Perpajakan yaitu :

menghitung sendiri pajak terhutang,
memotong atau memungut PPh dan PPN terutang
menyetor sendiri pajak ditempat yang telah ditentukan,
kemudian melaporkan sendiri melalui media surat pemberitahuan (SPT), jumlah pajak yang telah dibayar sendiri, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut dari pihak lain, dan jumlah pajak yang harus dibayar atau lebih bayar pada akhir tahun sesuai dengan azas self assessment.

wrote by : Drs.Pandu Budi Priyanto
info from"winston mnihuruk"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar